KITA PEDULI KITA BISA

Jumlah Keluarga Miskin Kota Palu saat ini sekitar 11.000 KK.

Jumlah tersebut sangatlah banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Palu.

Mereka membutuhkan bantuan untuk keluar dari persoalan Kemiskinan

Yang Paling dibutuhkan adalah hak hak dasar yaitu berupa hak kesehatan, hak pendidikan, hak perumahan yang layak dan hak untuk mendapatkan akses perekonomian

Mari kita penuhi hak hak mereka bukan hanya sekedar memberi bantuan.

Berilah mereka Pancing bukan Ikannya.........!!!!!!!!!!!!!

PENANGGUNG JAWAB BLOG

Penangung Jawab : Kordinator Forum BKM Kota Palu, Pembina : Walikota Palu, Ketua DPRD Kota Palu, Pengarah : Kepala Bappeda Kota Palu, Team Leader KMW 6 PNPM-P2KP Sulawesi Tengah, Tenaga Ahli KMW 6, Kordinator Kota PNPM-P2KP, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Erfandi, Wakil Pemimpin Redaksi : Moh. Riswan, SH Dewan Redaksi : Johnny Djohan, Erfandi, Moh. Riswan, SH, Abidin Ahmad, Drs. Djasmin J Basira, Drs. Asrul Nagaula, Denny Dahlan S Ag, Ir. Tamsil Ismail, Arifudin Tahawila, SPd, Nurenang, Hasanuddin Kordinator Liputan Palu Barat : Penmas Larini, Palu Utara : Misman, Palu Selatan : Nursidah, Palu Timur : Moh. Sagaf Lamureke 







PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALU

1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.

2. Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP).

3.Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET).

4. Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM).

5. Neigborhood Development (ND).

6. Lembaga Pengemban Dana Amanah (LPDA) untuk Penanggulangan Kemiskinan.

7. Program Pengembangan Wilayah Perdesaan (PPWP)

8. PNPM Mandiri Perkim

9. PNPM Mandiri Pariwisata

10. Program Penataan Lingkungan Pemukiman Berbasis Kawasan (Menpera)

SELAMAT BERGABUNG

Forum BKM Kota Palu menerima tulisan dari berbagai pihak untuk semua program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu

Sejak digulirkan tahun 1999 hingga menjadi satu dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM), total jumlah Badan Keswadayaan Masyarakat yang dibentuk di seluruh Indonesia mencapai 11.000 BKM.

Minggu, 07 Februari 2010

PNPM Program Dilematis

Jakarta - Di awal tahun ini sempat mencuat wacana proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dan difasilitasi oleh pemerintah merupakan program dilematis. Dengan alasan cukup mendasar bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) ingin mengembalikan kembali nilai-nilai luhur bangsa seperti kejujuran, gotong-royong, dan keterbukaan merupakan semangat mentalitas yang bisa muncul dalam sebuah mileu masa lalu saja.

Memberdayakan masyarakat tentu saja bukan sebuah proses apologetik. Menghidupkan kembali semangat masa lalu di hari ini yang sarat dengan beberapa perbedaaan mendasar dalam kehidupan di masyarakat. Dilatarbelakangi oleh perbedaaan waktu, latar, setting, mileu, dan mentalitas manusia itulah hal tersulit dari siapa pun untuk membangkitkan kembali semangat nilai-nilai luhur bangsa dalam kehidupan.

Fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah baik berupa anggaran maupun konsep pemberdayaan memang mengacu pada tataran realistis dan dipengaruhi oleh nilai-nilai empiris. Bahkan, melalui proses analisa terhadap kehidupan masa lalu dan kini. Hanya saja sebuah proses yang diturunkan dari atas ke kelompok akar rumput perlu pembenahan dan pengadaptasian lingkungan di mana kita sedang hidup.

Bisa dibayangkan. Masyarakat dengan kapasitasnya sebagai akar rumput tiba-tiba harus mengelola proyek pembangunan dengan nominal uang di atas Rp 300,000,000 per tahun. Sementara dalam PNPM ada sebuah siklus yang harus dilalui oleh masyarakat tersebut.

Siklus-siklus tersebut pun kadang diabaikan oleh masyarakat dengan alasan sebuah percepatan, progres, dan masyarakat sekarang sudah pada cerdas. Tentu, hal tersebut akan menimbulkan sebuah sinyal. Bahwa saat ini semangat individualismelah yang menjadi landasan berpijak mayoritas masyarakat kita.

Dalam iklim individual seperti ini progres dan percepatan memang bisa dicapai. Pemberdayaan bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Namun, penguatan mentalitas terhadap sebuah keinginan dan itikad ingin mengenal satu sama lain, menghargai jerih payah orang lain, akan terhapus dalam kehidupan.

Dalam iklim individual yang kuat dan mendominasi dalam setiap ranah kehidupan dan cara-cara memberdayakan masyarakat membutuhkan sebuah ketepatan strategi. Agar program apa pun tidak menjadi sebuah paradigma dilematis.

PNPM hadir dan masyarakat sejak lima tahun terakhir telah menikmati hasilnya. Perlu diingat selama lima tahun ini --terutama di Kota Sukabumi, bukan perjalanan mulus dan tanpa masalah. Normatif memang. Sampai, penulis bisa membuat satu simpulan besar. PNPM merupakan sebuah program dilematis. Satu sisi ingin mengembalikan kembali nilai-nilai luhur bangsa namun pada saat yang bersamaan masyarakat dituntut untuk melakukan progres pemberdayaan dengan penjadwalan tanpa kerangka.

Harus diakui ini memang permasalahan mendasar PNPM di negara ini. Progres pemberdayaan seharusnya sejalan dengan pembuatan jadwal dan rencana kegiatan. Bukankah orang-orang yang ditempatkan di PNPM ini merupakan orang-orang pilihan yang sudah bisa membaca dan memprediksikan kegiatan ke depan. Lalu, mengapa antara proses pemberdayaan dengan jadwal kegiatan seolah selalu tidak klop. Kadang pemberdayaan dilakukan mendahului jadwal kegiatan. Pada saat lain kegiatan yang mendahului progres pemberdayaan.

Akibat langsung yang terjadi di masyarakat adalah masyarakat kembali bingung karena dibingungkan oleh permasalahan mendasar seperti di atas. BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) dan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) bisa menghantam siapa saja. Terutama fasilitator PNPM dengan cara bagaimana pun. Aturan-aturan pun kadang kurang jeli dalam mengahadapi manuver BKM di akar rumput. BKM dengan alasan pemberdayaan bisa saja melakukan pemotongan terhadap anggaran kegiatan yang semestinya dinikmati langsung oleh masyarakat.

Kasus-kasus pemotongan terhadap anggaran kegiatan biasanya didalihkan terhadap pengadministrasian karena rata-rata KSM kurang memahami pengadministrasian anggaran kegiatan. Ketidakmengertian inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa BKM untuk melakukan pemotongan anggaran kegiatan.

Lantas apa yang dilakukan oleh KWM sebagai orang tua asuh fasilitator di tingkat Kota atau Kabupaten ketika melihat fenomena ganjil seperti di atas. Lumrah memang. Mentalitas bangsa ini selalu ingin mencari jalan keluar, dikompromikan, dan jalan keluar itu akan menyelamatkan semua pihak. Maka, virus seperti ini akan menyebar kepada BKM-BKM lain karena kebiasaan kita memang sering menjadikan kebiasaan jelek sebagai barometer dalam bertindak kita. Lemahnya aturan ini akan dimanfaatkan oleh orang-orang oportunis untuk menggembosi BKM lebih umum PNPM.

Masalah terbesar dalam kasus seperti ini akan munculnya benturan di kelompok akar rumput. Maka, apa yang akan dihasilkan oleh program pemberdayaan ketika kelompok kelompok di akar rumput saja sudah tidak bisa dikendalikan karena ada di dalam hirup pikuknya benturan. Baik pemikiran, terlebih perang mulut, dan saling salah menyalahkan.

Sehebat apa pun konsep pemberdayaan jika tidak dibarengi dengan ketegasan orang orang yang berada di dalamnya serta aturan dan penegakan hukum adalah isapan jempol belaka. Satu hal lain penguatan mentalitas harus diarahkan dengan mengedepankan pengentasan masalah mendasar masyarakat. Saat ini permasalahan mendasar masyarakat adalah lemahnya semangat entreupreneur, kewirausahaan, penemuan jati diri. Bukan melulu dikucuri dana untuk memperkuat dan membangun beberapa gang, jalan lingkungan, dan MCK. (Sumber: Suara Pembaca/detik.com; Warsa Suwarsa ; teamwe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar